STRATEGI
PROMKES TENTANG IVA SKRINING TES
Penyakit
Kanker masih menjadi hal yang menakutkan bagi masyarakat dan penyebab kematian.
Di Indonesia, Kanker leher rahim atau Ca Cervix merupakan keganasan yang banyak
ditemukan dan merupakan penyebab kematian utama pada wanita. Berdasarkan data
Subdit Kanker Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PPTM) Kemenkes RI
per 20 Januari 2014, dari total perempuan 36.761.000 jiwa usia 30-50 tahun,
prevalensi kanker serviks masih ada di rasio 1,3 per 1000 penduduk atau sekitar
840 orang. Hal ini menunjukkan prevalensi kanker serviks masih sangat
tinggi.
Kanker
serviks merupakan masalah kesehatan yang penting bagi wanita di seluruh
dunia Meskipun kejadian kanker serviks masih belum
dapat dihilangkan, angka kejadiannya dapat ditekan dengan melakukan
berbagai pemeriksaan untuk mendeteksi dini kanker. Kebijakan untuk menemukan secara dini lesi prakanker akan
memberikan dampak yang cukup baik dan sangat besar dalam menurunkan
insidensi morbiditas dan mortalitas penyakit kanker serviks. Tindakan
skrining IVA dapat menurunkan angka penderita kanker masuk ke Rumah Sakit dalam
stadium lanjut, artinya semakin WUS melakukan skrining IVA secara dini maka
akan menurunkan angka kematian dan angka kesakitan WUS akibat kanker serviks
(Depkes RI, 2008).
Pemeriksaan IVA merupakan pemeriksaan visual exoservix sambungan
skuamokolumner (SSK) dan kanal endoservix dengan mata telanjang (tanpa
pembesaran) dengan asam asetat, dan juga merupakan suatu metode untuk menemukan
lesi prakanker leher rahim. Pemeriksaan IVA sangat mudah, murah, biaya
sangat relatif murah Biaya pemeriksaannya sekitar Rp 25 ribu terjangkau oleh
semua masyarakat dari kelas rendah, menengah maupun kelas atas, pemeriksan nyaman, praktis, dan hasilnya pun
dapat langsung dilihat dengan mata langsung. Tes IVA dilakukan oleh
tenaga kesehatan (dokter dan bidan) yang dapat dikerjakan mulai di tingkat
pelayanan dasar yaitu Puskesmas, klinik dan Rumah Sakit Daerah.
Kesadaran wanita indonesia untuk
melakukan deteksi dini kanker serviks secara teratur masih rendah. Cakupan
deteksi dini di Indonesia kurang dari 5 % sehingga banyak kasus kanker serviks
ditemukan pada stadium lanjut yang sering kali menyebabkan kematian. Kesadaran
deteksi dini dalam hal ini pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
yang rendah justru banyak menghambat penyembuhan penyakit kanker, ini merupakan
tantangan yang besar, mengingat target yang harus dicapai pada Tahun 2025
adalah bisa mendeteksi dini 80 persen dari total wanita usia produktif di
Indonesia. Tidak mudah untuk meyakinkan wanita agar mau memeriksakan diri
mereka, sekali pun gratis. Sulitnya memberi pemahaman kepada masyarakat,
khususnya kaum wanita untuk mau memeriksakan dini potensi kanker yang ada pada
tubuh mereka. Berdasarkan data Subdit Kanker Direktorat PPTM Kemenkes RI per 20
Januari 2014, kendala deteksi dini kanker pada perempuan adalah :
1. Kurangnya pendidikan. Semakin rendah pendidikan,
semakin rendah kesadaran deteksi dini.
2. Perempuan cenderung takut untuk memeriksakan diri,
meski merasa ada tanda-tanda ganjil pada dirinya.
3. Belum adanya program deteksi dini massal yang
terorganisasi secara maksimal.
4. Faktor sosial dan kultur masyarakat, yaitu adanya
ketidak pahaman suami yang tidak menganggap penting istri untuk memeriksakan
diri.
Dari kendala-kendala yang telah
disebutkan di atas, perlu adanya suatu strategi promosi kesehatan agar
masyarakat bersedia secara terbuka untuk memeriksakan dirinya guna deteksi dini
kanker ca servix dengan metode yang
murah dan praktis yaitu Skrining IVA.
Adapun strategi
promosi kesehatan yang bisa dilakukan antara lain :
1.
Melakukan
penyuluhan dan atau seminar khusus membahas tentang iva kepada masyarakat
sasaran IVA yaitu wanita usia 30-40 tahun
2.
Melakukan
penyuluhan di berbagai kegiatan yang ada ibu-ibu usia 30-40 tahun seperti
di kegiatan PKK, dasawisma, pengajian, arisan
3.
Membuat
email resmi yang nanti nya sebagai wadah bagi masyarakat untuk melakukan
diskusi tanya jawab terkait IVA
4.
Membuat
akun sosial media seperti twitter, facebook, instagram dan menggunakan sosial
media tersebut untuk melakukan promosi kesehatan dengan rajin memposting info
dan gambar yg berisi keterangan terkait IVA, lalu bekerjasama dengan berbagai
akun yang bergerak di bidang kesehatan lainnya untuk mempromosikan akun facebook,
twitter dan instagram tersebut agar informasi cepat menyebar.
5.
Membagikan
leaflet tentang IVA
6.
Membuat
buletin yang membahas khusus tentang IVA dan disebarkan secara gratis kepada Wanita
Usia Subur serta mencantumkan alamat email, alamat akun sosial media.
7.
Membuat
poster tentang IVA dan di tempatkan di lokasi –lokasi strategis yang berada di
tempat umum seperti Rumah Sakit, Klinik, puskesmas, pustu, PKD, balai desa,
instansi seperti kantor kecamatan, kantor kelurahan, dll , di tempatkan di
dinding atau mading yang ada di tempat-tempat tersebut serta mencantumkan
alamat email, alamat akun sosial media.
8.
Memasang
MMT di Rumah Sakit, Klinik, puskesmas, polindes, pustu, PKD, dan tempat
pelayanan kesehatan lainnya.
9.
Meminta
seseorang yang pernah melakukan pemeriksaan IVA untuk memberikan testimoni
tentang pengalamnnya melakukan pemeriksaan IVA
10. Memasukkan artikel kesehatan terkait IVA pada
kolom rubrik kesehatan yang ada pada majalah atau pada majalah khusus
kesehatan, koran tidak lupa mencantumkan alamat sosial media dan email agar
nantinya masyarakat bisa langsung mengikuti akun sosial media tersebut dan
mengakses informasi lainnya via media sosial yang ada.
11. Melakukan promosi IVA melalui media
elektronik seperti radio dan televisi
12. Membuat video tentang IVA dan mengunggahnya
ke Youtube dan media sosial lain seperti facebook, twitter, instagram.
13. Mengadakan program skrining IVA secara gratis
seperti halnya safari KB, PIN, dan kegiatan sejenis lainnya.
14. Bekerjasama dengan LSM atau organisasi yang
bergerak di bidang kesehatan seperti organisasi pemerhati kanker dan sejenisnya
untuk melakukan kegiatan-kegiatan promosi kesehatan seperti diatas sehingga
dapat memperluas jaringan promosi dan informasi yang menyebar pun bisa lebih
luas.
Berdasarkan strategi promosi kesehatan yang bisa
dilakukan diatas, kegiatan yang bisa dilakukan oleh Bidan secara mandiri antara
lain seperti kegiatan penyuluhan di masyarakat, mengisi rubrik atau artikel
kesehatan di koran, buletin, majalah, dan sejenisnya, membuat email, akun
youtube, dan akun media sosial (facebook/twitter/instagram) yang khusus
bergerak di bidang kesehatan khususnya membahas tentang IVA yang bisa dikelola
sendiri. Strategi lainnya bisa dilakukan dengan cara kolaborasi dengan bidan
atau tenaga kesehatan lain, masyarakat serta LSM. Untuk kegiatan yang
membutuhkan biaya harus didukung oleh pemerintah untuk operasionalnya seperti
pembuatan poster, MMT, dll, serta
promosi atau iklan melalui media elektronik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar