Rabu, 30 Maret 2016

PROMKES SKRINING IVA TEST



STRATEGI PROMKES TENTANG IVA SKRINING TES

Penyakit Kanker masih menjadi hal yang menakutkan bagi masyarakat dan penyebab kematian. Di Indonesia, Kanker leher rahim atau Ca Cervix merupakan keganasan yang banyak ditemukan dan merupakan penyebab kematian utama pada wanita. Berdasarkan data Subdit Kanker Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PPTM) Kemenkes RI per 20 Januari 2014, dari total perempuan 36.761.000 jiwa usia 30-50 tahun, prevalensi kanker serviks masih ada di rasio 1,3 per 1000 penduduk atau sekitar 840 orang. Hal ini menunjukkan prevalensi kanker  serviks masih sangat tinggi.
Kanker serviks merupakan masalah kesehatan yang penting bagi wanita di seluruh dunia Meskipun kejadian  kanker serviks masih belum dapat dihilangkan, angka kejadiannya dapat ditekan dengan  melakukan berbagai pemeriksaan untuk mendeteksi dini kanker. Kebijakan untuk menemukan secara dini lesi prakanker akan memberikan dampak yang cukup baik dan sangat besar dalam menurunkan insidensi morbiditas dan mortalitas penyakit kanker serviks. Tindakan skrining IVA dapat menurunkan angka penderita kanker masuk ke Rumah Sakit dalam stadium lanjut, artinya semakin WUS melakukan skrining IVA secara dini maka akan menurunkan angka kematian dan angka kesakitan WUS akibat kanker serviks (Depkes RI, 2008).
Pemeriksaan IVA merupakan pemeriksaan visual exoservix sambungan skuamokolumner (SSK) dan kanal endoservix dengan mata telanjang (tanpa pembesaran) dengan asam asetat, dan juga merupakan suatu metode untuk menemukan lesi prakanker leher rahim. Pemeriksaan IVA sangat mudah, murah, biaya sangat relatif murah Biaya pemeriksaannya sekitar Rp 25 ribu terjangkau oleh semua masyarakat dari kelas rendah, menengah maupun kelas atas,  pemeriksan nyaman, praktis, dan hasilnya pun dapat langsung dilihat dengan mata langsung. Tes IVA dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter dan bidan) yang dapat dikerjakan mulai di tingkat pelayanan dasar yaitu Puskesmas, klinik dan Rumah Sakit Daerah.
Kesadaran wanita indonesia untuk melakukan deteksi dini kanker serviks secara teratur masih rendah. Cakupan deteksi dini di Indonesia kurang dari 5 % sehingga banyak kasus kanker serviks ditemukan pada stadium lanjut yang sering kali menyebabkan kematian. Kesadaran deteksi dini dalam hal ini pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) yang rendah justru banyak menghambat penyembuhan penyakit kanker, ini merupakan tantangan yang besar, mengingat target yang harus dicapai pada Tahun 2025 adalah bisa mendeteksi dini 80 persen dari total wanita usia produktif di Indonesia. Tidak mudah untuk meyakinkan wanita agar mau memeriksakan diri mereka, sekali pun gratis. Sulitnya memberi pemahaman kepada masyarakat, khususnya kaum wanita untuk mau memeriksakan dini potensi kanker yang ada pada tubuh mereka. Berdasarkan data Subdit Kanker Direktorat PPTM Kemenkes RI per 20 Januari 2014, kendala deteksi dini kanker pada perempuan adalah :
1.    Kurangnya pendidikan. Semakin rendah pendidikan, semakin rendah kesadaran deteksi dini.
2.    Perempuan cenderung takut untuk memeriksakan diri, meski merasa ada tanda-tanda ganjil pada dirinya.
3.    Belum adanya program deteksi dini massal yang terorganisasi secara maksimal.
4.    Faktor sosial dan kultur masyarakat, yaitu adanya ketidak pahaman suami yang tidak menganggap penting istri untuk memeriksakan diri.
                 Dari kendala-kendala yang telah disebutkan di atas, perlu adanya  suatu strategi promosi kesehatan agar masyarakat bersedia secara terbuka untuk memeriksakan dirinya guna deteksi dini kanker ca servix  dengan metode yang murah dan praktis yaitu Skrining IVA.
Adapun strategi promosi kesehatan yang bisa dilakukan antara lain :
1.      Melakukan penyuluhan dan atau seminar khusus membahas tentang iva kepada masyarakat sasaran IVA yaitu wanita usia 30-40 tahun
2.      Melakukan penyuluhan di berbagai kegiatan yang ada ibu-ibu usia 30-40 tahun   seperti di kegiatan PKK, dasawisma, pengajian, arisan
3.      Membuat email resmi yang nanti nya sebagai wadah bagi masyarakat untuk melakukan diskusi tanya jawab terkait IVA
4.      Membuat akun sosial media seperti twitter, facebook, instagram dan menggunakan sosial media tersebut untuk melakukan promosi kesehatan dengan rajin memposting info dan gambar yg berisi keterangan terkait IVA, lalu bekerjasama dengan berbagai akun yang bergerak di bidang kesehatan lainnya untuk mempromosikan akun facebook, twitter dan instagram tersebut agar informasi cepat menyebar.
5.      Membagikan leaflet tentang IVA
6.      Membuat buletin yang membahas khusus tentang IVA dan disebarkan secara gratis kepada Wanita Usia Subur serta mencantumkan alamat email, alamat akun sosial media.
7.      Membuat poster tentang IVA dan di tempatkan di lokasi –lokasi strategis yang berada di tempat umum seperti Rumah Sakit, Klinik, puskesmas, pustu, PKD, balai desa, instansi seperti kantor kecamatan, kantor kelurahan, dll , di tempatkan di dinding atau mading yang ada di tempat-tempat tersebut serta mencantumkan alamat email, alamat akun sosial media.
8.      Memasang MMT di Rumah Sakit, Klinik, puskesmas, polindes, pustu, PKD, dan tempat pelayanan kesehatan lainnya.
9.      Meminta seseorang yang pernah melakukan pemeriksaan IVA untuk memberikan testimoni tentang pengalamnnya melakukan pemeriksaan IVA
10.  Memasukkan artikel kesehatan terkait IVA pada kolom rubrik kesehatan yang ada pada majalah atau pada majalah khusus kesehatan, koran tidak lupa mencantumkan alamat sosial media dan email agar nantinya masyarakat bisa langsung mengikuti akun sosial media tersebut dan mengakses informasi lainnya via media sosial yang ada.
11.  Melakukan promosi IVA melalui media elektronik seperti radio dan televisi
12.  Membuat video tentang IVA dan mengunggahnya ke Youtube dan media sosial lain seperti facebook, twitter, instagram.
13.  Mengadakan program skrining IVA secara gratis seperti halnya safari KB, PIN, dan kegiatan sejenis lainnya.
14.  Bekerjasama dengan LSM atau organisasi yang bergerak di bidang kesehatan seperti organisasi pemerhati kanker dan sejenisnya untuk melakukan kegiatan-kegiatan promosi kesehatan seperti diatas sehingga dapat memperluas jaringan promosi dan informasi yang menyebar pun bisa lebih luas.

Berdasarkan strategi promosi kesehatan yang bisa dilakukan diatas, kegiatan yang bisa dilakukan oleh Bidan secara mandiri antara lain seperti kegiatan penyuluhan di masyarakat, mengisi rubrik atau artikel kesehatan di koran, buletin, majalah, dan sejenisnya, membuat email, akun youtube, dan akun media sosial (facebook/twitter/instagram) yang khusus bergerak di bidang kesehatan khususnya membahas tentang IVA yang bisa dikelola sendiri. Strategi lainnya bisa dilakukan dengan cara kolaborasi dengan bidan atau tenaga kesehatan lain, masyarakat serta LSM. Untuk kegiatan yang membutuhkan biaya harus didukung oleh pemerintah untuk operasionalnya seperti pembuatan poster, MMT, dll,  serta promosi atau iklan melalui media elektronik.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar